Malas
MALAS
```Saya yakin betul, ilmu yang benar akan menghasilkan amal yang benar. Sebaliknya, wawasan dan pemahaman yang keliru akan menghasilkan amal yang merusak.
‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah, khalifah yang adil dan berilmu, berkata:
من عمل على غير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح
“Barangsiapa yang beramal tanpa landasan ilmu, maka ia lebih banyak memberikan kerusakan daripada kebaikan.” (Tarikh Ath-Thabari, 6/572)
Saya juga yakin kejayaan peradaban Islam itu diwarnai oleh dua warna, merahnya darah para syuhada, dan hitamnya tinta para ulama. Peradaban Islam kuat dan kokoh, dengan tegaknya jihad para mujahid, serta kedalaman ilmu dan bashirah para ulama.
Allah ta'ala berfirman dalam surah At-Taubah ayat 122:
وما كان المؤمنون لينفروا كافة فلولا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Az-Zuhaili menyatakan, ‘Maka hendaknya sekelompok orang dari mereka memperdalam agama, dan sekelompok lainnya pergi berjihad, karena jihad hukumnya fardhu kifayah bagi manusia, sebagaimana menuntut ilmu juga fardhu kifayah’.
Aktivitas tafaqquh fid diin (memperdalam ilmu agama) adalah aktivitas yang sangat mulia, yang akan melahirkan begitu banyak kebaikan bagi pelakunya (selama niatnya ikhlas karena Allah ta'ala). Bahkan Ibn Hajar dalam Fath Al-Bari (1/165) ketika menjelaskan makna Hadits من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين menyatakan, ‘Dan mafhum dari hadits ini adalah siapa saja yang tidak ber-tafaqquh fid diin, yaitu mempelajari prinsip-prinsip Islam dan yang berkaitan dengannya berupa perkara-perkara cabang (furu’), maka diharamkan baginya kebaikan’.
---
Jika sudah begini, ternyata masih banyak yang malas menuntut ilmu, jarang hadir di majelis ilmu, menganaktirikan aktivitas menuntut ilmu, meletakkannya di prioritas nomor sembilan, tidak memiliki kesungguhan, dan lain-lain, dan lain sebagainya. Tidak ada lagi yang bisa kita katakan, kecuali "Jalan kebaikan itu ternyata peminatnya memang sedikit".
Kalau sudah begini, kita katakan saja, kita memang belum layak menerima estafet peradaban.```
```Untuk bisa 'merasakan' kesedihanpun perlu kecerdasan lebih... jika tidak diasah, maka jadilah kita orang-orang aneh model mikroskop: membesarkan hal-hal kecil, namun tidak bisa menangkap hal-hal besar. Sedih jika harga diri kita disinggung sedikit saja, namun 'no problem' jika kemuliaan agama dilecehkan.
---
Adalah hal yang wajar dan alami jika seseorang merasa sedih, merasa kehilangan saat miliknya yang berupa materi, yang terkait langsung dengan dirinya lenyap. Berbeda dengan kehilangan sesuatu yang sifatnya non materi, atau materi yang tidak berkaitan langsung dengan dirinya, dalam hal ini memerlukan kesadaran yang lebih untuk sekedar merasakan kehilangan. Oleh sebab itu dapat kita saksikan sebagian orang merasa marah ketika sandalnya dicuri, namun tak masalah kalau tambang emas yang besar dikuasai asing. Orang mudah merasa kehilangan jika anak dan motornya hilang karena keganasan para pembegal, namun tidak merasa ketika kehilangan sistem aturan yang karena ketiadaannya memudahkan mengganasnya para pelaku kriminal.```
Share by: NJ
Komentar
Posting Komentar