Para pengekor hawa nafsu
Menjadi pengekor hawa nafsu itu tercela. Sebab, hawa nafsu hanya akan menyeretnya keluar dari jalan kebenaran. Tidaklah nafsu bercampur dengan sesuatu melainkan pasti merusaknya. Bahkan, seorang yang hidup hanya mengikuti hawa nafsu, kondisinya tidak jauh beda dengan binatang ternak. Allah Ta'ala berfirman:
أرأيت من اتخذ إلهه هواه أفأنت تكون عليه وكيلا
أم تحسب أن أكثرهم يسمعون أو يعقلون إن هم إلا كالأنعام بل هم أضل سبيلا. ( الفرقان :43-44).
”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)". (Qs. Al Furqan : 43-44).
Al Allamah Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah berkata:
أن الهوى ما خالط شيئاً إلا أفسده فإن وقع في العلم أخرجه إلى البدعة والضلالة وصار صاحبه من جملة أهل الأهواء وإن وقع في الزهد أخرج صاحبه إلى الرياء ومخالفة السنة وإن وقع في الحكم أخرج صاحبه إلى الظلم وصده عن الحق وإن وقع في القسمة خرجت عن قسمة العدل إلى قسمة الجور وإن وقع في الولاية والعزل أخرج صاحبه إلى خيانة الله والمسلمين حيث يولي بهواه ويعزل بهواه وإن وقع في العبادة خرجت عن أن تكون طاعة وقربة فما قارن شيئا إلا أفسده
“Bahwasanya, tidaklah hawa nafsu mencampuri sesuatu melainkan merusaknya. Jika nafsu mencampuri ilmu, maka ia membawanya kepada bid’ah dan kesesatan, serta pelakunya termasuk dalam kelompok orang yang mengikuti nafsu. Jika nafsu mencampuri zuhud, maka ia mengeluarkan pelakunya kepada riya’ dan menyalahi sunnah. Jika nafsu mencampuri hukum, maka ia mengeluarkan pelakunya kepada kezaliman dan menghalanginya dari jalan kebenaran. Jika nafsu mencampuri pembagian, maka ia keluar dari pembagian adil kepada ketidakadilan dan kebohongan. Jika nafsu bercampur dengan kekuasaan, maka ia mengeluarkan pelakunya kepada khianat kepada Allah dan kaum muslim. Jika nafsu mencampuri ibadah, maka ibadah itu akan keluar dari tujuan ketaatan dan taqarub. Jadi, tidaklah nafsu mencampuri sesuatu, melainkan pasti merusaknya”.
(Ibnul Qayyim, Raudhah Al Muhibbin wa Nuzhah Al Musytaqin, hlm 474).
Share by: NJ
Komentar
Posting Komentar