Orang yang bangkrut
Jika orang yang bangkrut harta di dunia masih memiliki kesempatan untuk memperkaya pahala dengan memperbanyak amalan shalih, bagaimana dengan bangkrut menurut syari’at Islam?
Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaaj rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Qutaibah bin Sa’iid dan ‘Aliy bin Hujr menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Ismaa’iil –dia adalah Ibnu Ja’far- menceritakan kepada kami, dari Al-‘Alaa’, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya,
“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?”
Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak mempunyai dirham dan tidak pula harta kekayaan.”
Rasulullah pun menjelaskan, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang di hari kiamat nanti dengan pahala amalan shalat, puasa dan zakat namun ia selalu mencaci-maki, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah serta memukul orang lain. Maka diberikanlah bagian dari pahala kebaikannya untuk orang-orang yang ia sakiti tersebut. Apabila pahala kebaikan miliknya telah habis sebelum terpenuhinya pembalasan atas perbuatan zhalimnya, diambillah dari dosa-dosa mereka kemudian dialihkan kepadanya, lantas ia pun dilemparkan ke dalam neraka!”
[Shahiih Muslim no. 2584; Kitab Al-Birr, Bab Haramnya Perbuatan Zhalim]
Setelah membaca hadits diatas, perlunya kita khawatir dan bercermin kepada diri kita masing-masing, apakah selama ini tindak-tanduk serta ucapan kita kerap kali tajam menyakiti orang lain? Bahkan menuduhnya dengan berbagai macam tuduhan (yang sebenarnya belum terbukti secara tegas dan qath’iy) tapi tidak mau tabayyun sehingga terzhalimilah ia atau bahkan sebuah kelompok yg berisi jutaan jamaah. Ngeri, pantaslah kita takut akan bangkrutnya diri kita di akhirat nanti, sebab jika bangkrut di akhirat maka tak ada lagi yang bisa menolong kita dari ancaman api neraka. Wal’iyadzubillah. Kita berlindung kepada Allah dari perbuatan menzhalimi orang lain.
Al-Imam Abu Zakariyaa An-Nawawiy rahimahullah ketika menjelaskan hadits diatas, beliau berkata :
“Hadits ini menunjukkan hakikat yang sebenarnya dari orang yang bangkrut. Adapun orang yang tidak ada padanya harta atau sedikit hartanya dan manusia menyebut keadaan orang yang seperti ini adalah orang yang bangkrut, maka ini bukanlah hakikat yang sebenarnya karena keadaan seperti ini akan hilang dan terhenti dengan wafatnya orang tersebut atau bisa jadi terhenti dengan kelapangan rezeki setelah ia mengalami keadaan yang demikian sulit dalam kehidupannya. Jadi, hakikat dari orang yang bangkrut adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas, yaitu orang yang binasa dengan kebinasaan yang sempurna, dan orang yang hilang (pahalanya) dengan pengurangan secara perlahan-lahan, diambillah pahala-pahala kebaikannya untuk orang-orang yang menjadi korban kezhalimannya.
Apabila telah habis pahala kebaikannya, diambillah dari keburukan-keburukan mereka lalu ditimpakan kepadanya, akhirnya dilemparkanlah ia ke dalam api neraka. Maka sempurnalah kerugian, kebinasaan dan kebangkrutannya.” [Al-Minhaaj 16/136]
Abdullaah bin Mas’uud radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa yang membantu orang yang zhalim atas perbuatan zhalimnya, atau membisikkannya sebuah tuduhan yang dengan tuduhan ini ia menggugurkan hak seorang muslim lainnya, maka sungguh ia telah mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala dan baginya dosa atas perbuatannya tersebut.”
‘Umar radhiyallaahu ‘anhu bertanya kepada Al-Ahnaf bin Qais, “Siapakah orang yang paling bodoh?” Al-Ahnaf rahimahullah menjawab, “Orang yang menjual akhiratnya demi dunianya.”
[Tanbiih Al-Ghaafiliin hal. 377]
Dianjurkan bagi kita untuk sebisa mungkin menolong saudara kita yang terzhalimi maupun yang menzhalimi dari perbuatan zhalim yang ia lakukan, itulah sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ اقْتَتَلَ غُلَامَانِ غُلَامٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَغُلَامٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَنَادَى الْمُهَاجِرُ أَوْ الْمُهَاجِرُونَ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ وَنَادَى الْأَنْصَارِيُّ يَا لَلْأَنْصَارِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا هَذَا دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ قَالُوا لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا أَنَّ غُلَامَيْنِ اقْتَتَلَا فَكَسَعَ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ قَالَ فَلَا بَأْسَ وَلْيَنْصُرْ الرَّجُلُ أَخَاهُ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا إِنْ كَانَ ظَالِمًا فَلْيَنْهَهُ فَإِنَّهُ لَهُ نَصْرٌ وَإِنْ كَانَ مَظْلُومًا فَلْيَنْصُرْهُ
Dari Jaabir radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Suatu ketika ada dua orang pemuda yang sedang berkelahi, seorang pemuda dari kalangan Muhajirin dan seorang lagi dari kalangan Anshar. Berteriaklah pemuda dari Muhajirin, “Wahai kaum Muhajirin…(mana pembelaan kalian?)!” Sementara pemuda Anshar pun berteriak, “Wahai kaum Anshar…(mana pembelaan kalian?)!”
Maka keluarlah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam seraya bersabda, “Ada apa ini? Bukankah ini seruan orang-orang jahiliyah?”
Orang-orang pun menjawab, “Bukan wahai Rasulullah, hanya saja ada dua orang pemuda yang sedang berkelahi, salah seorang dari mereka mendorong yang lainnya.”
Rasulullah bersabda, “Kalau begitu tak mengapa, dan hendaklah seseorang menolong saudaranya yang berbuat zhalim atau dizhalimi. Jika ia berbuat zhalim maka cegahlah ia (dari perbuatannya tersebut) dan kau telah menolongnya. Jika ia dizhalimi maka tolonglah ia.” [Shahiih Muslim no. 2585]
Sedangkan dalam riwayat Al-Bukhaariy :
عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
Dari Anas bin Maalik radhiyallaahu ‘anhu, ia mengatakan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tolonglah saudaramu baik yang menzhalimi maupun yang dizhalimi.” [Shahiih Al-Bukhaariy no. 2443]
Dan di dalam jalur Mu’tamir bin Sulaimaan, dari Humaid, dari Anas, ada tambahan lafazh :
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, (kami paham) beginilah kami membela orang yang dizhalimi. Akan tetapi bagaimana kami membela orang yang menzhalimi?” Rasulullah bersabda, “Genggam erat tangannya (agar ia tidak berbuat zhalim)!” [Shahiih Al-Bukhaariy no. 2444]
Share : dewalee
Komentar
Posting Komentar