Rukhshoh

*Dasar Hukum & Sebab-sebab Timbulnya Rukhshoh*

*Dasar Hukum Rukhshoh* antara lain:
1. Al Baqarah, [2]: 185.
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِکُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِکُمُ الْعُسْرَ ۖ
"...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..."

2. Al Hajj, [22] : 78
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ ۗ
"...dan Dia tidak menjadikan untukmu kesukaran dalam agama..."

3. HR. Imam Bukhari dari Annas bin Malik
يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا
"Mudahkanlah, & jangan mempersulit".

4. HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah
أَلدِّيْنُ يُسْرٌ أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَى اللّٰهِ الْحَنَفِيَّةُ السَّمَحَةُ
"Agama itu mudah, sedang agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah".

*Sebab-sebab timbulnya Rukhshoh,* sbb:
1. Ikrooh/الإكراه (Terpaksa/Pemaksaan)
Yakni menyuruh orang lain melakukan sesuatu dengan ancaman, sehingga yang dipaksa mengalami ketakutan & dilema.
Contoh: Minum arak hukumnya haram, tetapi karena dipaksa orang yang lebih kuat, dengan ancaman akan dianiaya atau dibunuh kalau tidak mau minum, maka meminumnya menjadi tidak haram.

2. Nis-yaan/النسيان (Lupa)
Yaitu hilangnya daya ingatan terhadap hal-hal yang sudah diketahui dan untuk mengingatnya kembqli dibutuhkan usaha dari awal.
Contoh: Seharusnya makan itu membatalkan puasa, tetapi kalau makan-nya itu karena lupa, maka puasanya tidak batal.

3. Jahl/الجهل (Ketidaktahuan)
Yakni ketidaktahuan akan hukum oleh sebab tiadanya risalah yang sampai kepadanya, atau karena baru memeluk Islam.
Contoh: Berbicara saat shalat bisa membatalkan shalat. Tetapi jika seseorang tidak mengetahui ilmunya (tentang pembatal shalat tersebut), maka berbicara di saat shalat baginya tidak membatalkan shalat.

4. Al 'Usr/العسر (Kesulitan) & Ummul Balwa (Wabah penyakit)
Contoh: Debu di jalan yang bercampur dengan kotoran hewan (yang sudah mengering), pada hakikatnya adalah najis. Tetapi karena sulitnya menghindarkan diri dari debu itu, maka hukumnya menjadi tidak apa-apa (ma'fu). Contoh lain: tidak bisa menghindari nanah & darah kudis ketika hendak shalat.

5. Safar/السفر (Bepergian)
Contoh: Shalat Isya', Dzuhur, Ashar semestinya 4 rakaat. Tetapi karena bepergian yang telah mencukupi syarat, maka masing-masing bisa diqashar menjadi dua rakaat.

6. Marodh/المرض (Sakit)
Contoh: Puasa Ramadhan itu wajib atas muslim yang sudah aqil baligh, namun bila seseorang sakit, maka puasa menjadi tidak wajib baginya, meskipun ia diharuskan meng-qadha-i selepas hilang dari sakitnya.

7. Naqish/انقص (Nilai Minus)
Yaitu nilai kurang yang sifatnya insting-psikologis (watak- kejiwaan)
Contoh: Orang gila, idiot, anak belum baligh tidak terkena kewajiban shalat, sebab orang gila itu kurang akalnya; hamba sahaya yang kedudukannya masih di bawah kekuasaan orang lain, dll.

Sementara pengertian *Rukhshoh ( رُخْصَةٌ )* adalah :

والْحُكْمُ إِنْ تَغَيَّرَ إِلَى سُهُوْلَةٍ لِعُذْرٍ مَعَ قِيَامِ السَّبَبِ لِلْحُكْمِ الأَصْلِيِّ فَرُخْصَةٌ

وَاجِبَةٌ وَمَنْدُوْبَةٌ وَمُبَاحَةٌ وَخِلَافُ الأَوْلَى كَأَكْلِ مَيِّتَةٍ وَقَصْرٍ بِشَرْطِهِ وَسَلَمٍ وَفِطْرِ مُسَافِرٍ لَا يَضُرُّهُ الصَّومُ

وَإِلَّا فَعَزِيْمَةٌ
"Hukum syar'i, jika berubah menjadi ringan karena adanya udzur, bersamaan masih adanya sebab bagi hukum asal, maka dinamakan "Rukhshoh".

(Rukhshoh) adakalanya wajib, sunnah, mubah dan khilaful aula. Seperti: memakan bangkai, shalat qashar sesuai syaratnya, akad salam, dan tidak berpuasa bagi musafir yang puasanya tidak memberatkan dirinya.

Jika tidak demikian, maka dinamakan "'Azimah" (kebalikan rukhshoh)."

"Rukhshoh" adalah hukum syara' yang dari sisi keterkaitannya dengan mukallaf mengalami perubahan, dari sulit menjadi ringan, karena adanya 'udzur' (alasan) disertai masih tetapnya 'sebab' dari hukum asal. Contoh: (1) Makan bangkai; (2) Meng-Qashar shalat di perjalanan 3 marhalah; (3) Melakukan akad Salam; (4) Tidak berpuasa bagi musafir yang tidak kelelahan.

Sedangkan hukum rukhsyah itu bisa wajib, sunnah, mubah dan khilaful aula.

Contoh:
1) 'Memakan bangkai' - "hukum asalnya" haram - "sabab"-nya menjijikkan - dengan ada "rukhshoh" - "hukum baru" menjadi 'wajib' - karena ada "udzur" yakni 'karena keadaan darurat';

2) 'Qashar shalat di perjalanan 3 marhalah' - "hukum asalnya" haram - "sabab"-nya masuknya waktu shalat - dengan ada "rukhshoh" - "hukum baru" menjadi 'sunnah' - karena ada "udzur" yakni 'karena kepayahan dalam bepergian';

3) 'Akad Salam' - "hukum asalnya" haram - "sabab"-nya Gharar/spekulasi - dengan ada "rukhshoh" - "hukum baru" menjadi 'mubah' - karena ada "udzur" yakni 'karena butuh uang tunai sebagai harga sebelum mendapatkan barang';

4) 'Tidak puasa bagi musafir yang tidak kelelahan' - "hukum asalnya" haram - "sabab"-nya masuknya waktu puasa - dengan ada "rukhshoh" - "hukum baru" menjadi 'khilaful aula' - karena ada "udzur" yakni 'karena kepayahan dalam bepergian';

5) 'Meninggalkan shalat jama'ah' - "hukum asalnya" makruh - "sabab"-nya menyendiri dalam sesuatu yang dituntut berkumpul demi syiar - dengan ada "rukhshoh" - "hukum baru" menjadi 'mubah' - karena ada "udzur" yakni 'karena sakit'.

Wallahu A'lam

*Beda Kekalnya Allah dengan Kekalnya Surga*

*Soal :* Surga itu tidak ada akhirnya. Apakah ada perbedaan tidak rusaknya surga dengan tidak rusaknya Allah SWT ?

*Jawab :* Menurut keterangan yang cukup detail di dalam kitab Hasyiyah ash Shawi dan kitab Qathrul Ghayts, tidak rusaknya Allah SWT itu bersifat "wajib". Maksudnya, mustahil Allah SWT itu rusak, atau tidak ada peluang untuk rusak. Sedangkan membuat surga tidak rusak itu sesuatu yang "mungkin" bagi Allah SWT, atau tidak akan rusak tetapi berpeluang untuk rusak; dengan kata lain berkemungkinan untuk rusak. Ini dikarenakan, siapapun/apapun selain Allah SWT masih berkemungkinan untuk tidak ada, atau rusak, termasuk juga surga.

Atau bisa dikatakan, kekalnya Allah itu dengan sendirinya, tanpa intervensi, dan kekalnya Allah itu "wajib"; sedangkan kekalnya surga karena intervensi yakni karena dikekalkan oleh Allah (sesuai petunjuk dalil naqli), dan kekalnya surga secara aqli itu "mumkin" (tidak wajib).

Share: dewa lee

Komentar

Postingan Populer