ULAMA BISA KELIRU, IKUTI SAJA AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH!!!
ULAMA BISA KELIRU, IKUTI SAJA AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH!!!
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في قولي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوا به وما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه
Artinya: “Sesungguhnya aku hanyalah manusia yang bisa salah, bisa benar. Lihatlah setiap perkataanku, semua yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka ambillah. Sedangkan jika itu tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Dikutip dari kitab I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rabb Al-‘Alamin, Juz 1, hlm. 60)
Inilah cara beragama generasi salafus shalih. Perkataan seorang manusia, selain Rasul, bisa diambil, bisa pula ditinggalkan. Perkataan mereka pun, perlu ditimbang dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Yang sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah, kita ambil, yang bertentangan dengan keduanya, kita tinggalkan.
Ini adalah cara beragama yang benar, yang disepakati oleh seluruh ulama salaf, disepakati oleh seluruh imam Ahlus Sunnah, termasuk imam empat madzhab. Timbangan kebenaran adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah, bukan perkataan fulan dan allan.
..........................
Hanya saja, ada beberapa catatan penting tentang hal ini, di antaranya:
1. Taqlid kepada ulama diperbolehkan, bahkan wajib hukumnya bagi kalangan yang tak punya pondasi keilmuan memadai. Ini disebutkan dalam banyak kitab Ushul Fiqih, di antaranya kitab Ushul Al-Fiqh Al-Islami Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, juga di kitab karya ulama Saudi, Al-Ushul Min 'Ilm Al-Ushul.
2. Fakta yang sering terjadi, mereka yang "menyebut diri mereka sendiri sebagai penuntut ilmu" tidak sedang menimbang perkataan ulama dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, melainkan "menilai dan menghukumi perkataan serta pendapat ulama", berdasarkan penjelasan ustadz nganu dan syaikh anu.
Artinya, hakikatnya, mereka menolak atau melemahkan pendapat ulama A atau imam B, bukan dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, tapi dengan timbangan "fatwa" ustadz-ustadz mereka.
3. Terkait poin 2, orang yang bisa menilai pendapat ulama A atau ulama B, dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, adalah orang yang memiliki kapasitas ilmu yang cukup untuk memahami berbagai pelajaran dan hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Di antara ilmu tersebut, misalnya ilmu nahwu-sharaf, balaghah, isytiqaq, ushul tafsir, asbabun nuzul, ushul hadits, asbabul wurud, ushul fiqih, nasikh-mansukh, dan lain-lain.
Kesimpulannya, yang bisa menilai pendapat ulama A atau ulama B, dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, adalah seorang ulama juga, yang kapasitas ilmunya memadai.
4. Yang tak memiliki kapasitas ilmu memadai, hakikatnya taqlid juga, bahkan bisa jadi "taqlid dalam posisi terendah", yaitu taqlid kepada ustadz anu dan ustadz nganu, yang bisa jadi sebenarnya ustadz-ustadz tersebut pun belum punya kemampuan ijtihad sama sekali.
Wallahu a'lam.
~ Muhammad Abduh Negara ~
Catatan: Jika status FB ini dianggap bermanfaat, silakan 'share', bagikan, atau copy-paste tulisan ini, dengan menyertakan nama penulis aslinya.
Share: Dewa lee
Komentar
Posting Komentar