Dakwah yang miris
Salah satu fenomena menarik sekaligus miris akhir-akhir ini adalah munculnya sekelompok anak muda pengajian yang begitu mudah menyalahkan, membid’ahkan, menyesatkan bahkan men-syirik-kan suatu perbuatan dan pelakunya, tanpa pengkajian yang dalam dan sikap adil dalam menilai. Dan lebih disayangkan lagi, ternyata anak-anak muda ini adalah orang yang baru belajar Islam, baru mengikuti kajian Islam yang diasuh oleh ustadz-ustadz tertentu, yang kadang kajian tersebut tidak memberi penjelasan tentang adanya perbedaan pendapat dalam tema-tema yang mereka bahas.
Baru tahu satu dua ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi, namun sering mereka ‘bergaya’ ala alim besar, memberi fatwa dengan begitu mudahnya, memberi label halal-haram, sunnah-bid’ah, dengan begitu tergesa-gesa. Ketika dijelaskan bahwa ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut, dengan sigap mereka berkata, ‘yang kita ikuti adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, bukan qiila wa qaala’, atau ‘yang kita ikuti adalah Allah dan Rasul-Nya, bukan ulama A atau ulama B’. Sepertinya mereka tak sadar, bahwa mereka pun sebenarnya bertaqlid pada penjelasan ustadznya, yang bisa jadi keilmuan ustadz tersebut di bawah ulama A atau ulama B.
Sebenarnya tidak masalah menganggap bahwa pendapat yang mereka ikuti sekarang adalah pendapat yang benar atau sesuai sunnah, dan pendapat yang lain keliru atau bid’ah. Namun jika perkara tersebut merupakan bagian perkara ijtihadi, yang para ulama besar pun berbeda pendapat, tidak elok rasanya jika mereka tidak menghormati adanya perbedaan tersebut. Atau malah jangan-jangan mereka tak memahami apa itu perbedaan pendapat? Atau mereka tak memahami apa itu ijtihad dan apa itu taqlid?
Share by: widya
Komentar
Posting Komentar