Tahapan runut belajar :)

Salah satu alasan Syaikh Mushthafa Dib Al-Bugha, ulama bermadzhab Syafi'i, asal negeri Syam, menulis kitab At-Tadzhib fi Adillah Matn Al-Ghayah wa At-Taqrib (sebagaimana beliau sebutkan dalam muqaddimah kitab tersebut), adalah untuk mengakomodir semangat kalangan santri saat ini, yang ingin mengetahui dalil setiap bab fiqih yang mereka pelajari.
Faktanya, memang saat ini kalangan santri, bahkan kalangan awam (non-santri), banyak yang merasa lebih nyaman dengan dsebutkannya dalil dalam setiap perkara fiqih yang mereka pelajari atau baca.
Harus kita akui, banyaknya situs-situs Salafi yang menjadi favorit kalangan awam saat ini, karena mereka menyajikan dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ini membuat mereka lebih puas dan yakin, dibandngkan penjelasan "tuan guru" di kampung, yang kadang tanpa menyebutkan dalil.
Akhirnya, mereka mengambil kesimpulan, yang mereka dapatkan di google itu pasti lebih baik dan lebih sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah, dibandingkan penjelasan Kiyai. Kesimpulan yang sebenarnya sangat prematur dan terlalu gegabah. Namun, inilah yang mereka pahami.
Mengajak kalangan awam itu untuk nyantri secara runut, mengaji kitab ringkas tanpa dalil, lanjut ke syarah tanpa dalil, baru kemudian masuk kitab yang berisi dalil, dan seterusnya, sepertinya tak terlalu menarik bagi mereka. Toh, pikir mereka, kalau sekadar mau tahu dalil, tinggal search di google, selesai.
Karena itu, sudah saatnya para santri tradisional saat ini, mengikuti metode dari Syaikh Al-Bugha hafizhahullah, saat menyajikan perkara agama di dunia maya. Kurangi olok-olokan terhadap aliran berbeda. Fokus pada penjelasan pendapat madzhab, kutipan aqwal ulama, beserta dalil yang mereka gunakan. Jika ditambah penjelasan keshahihan hadits yang digunakan, tentu lebih baik.
Jika banyak santri-santri tradisionalis yang melakukan hal ini, di facebook atau website pribadi dan komunitas, saya yakin kegundahan mereka menghadapi "serbuan" santri-santri tanah Najd di internet, akan sedikit terobati.
Wallahu a'lam.

Share widya