Ijtihad Ulama
Ulama fiqih kontemporer asal Suriah, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili rahimahullah, dalam muqaddimah kitab fiqih beliau yang sangat fenomenal, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, berkata:
وقد كان المجتهد من الصحابة يتحاشى أن يسمى اجتهاده: حكم الله أو شرع الله، وإنما كان يقول: هذا رأيي، فإن كان صواباً فمن الله، وإن كان خطأ فمني ومن الشيطان، والله ورسوله منه بريء
“Dulu mujtahid dari kalangan Shahabat menghindari menyebut hasil ijtihadnya sebagai hukum Allah atau syariat Allah. Ia hanya berkata: Ini adalah pendapatku, jika ia benar, maka itu dari Allah. Jika ia salah, maka itu dariku dan dari syaithan. Allah dan Rasul-Nya bebas dari kesalahan tersebut.”
Catatan:
1. Ini berlaku pada perkara ijtihadi yang membuka ruang perbedaan pendapat. Bukan pada perkara yang sudah ma’luum minad diin bidh dharuurah, atau yang dalilnya qath’i tsubut dan dalalahnya, yang sangat jelas tanpa ada peluang pemahaman yang berbeda.
2. Inilah adab para Shahabat ridhwanullahi ‘alayhim ajma’in kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak samakan hasil ijtihad mereka –yang bisa jadi berbeda dengan hasil ijtihad selain mereka– dengan hukum Allah yang qath’i.
3. Hasil ijtihad mungkin keliru, sedangkan wahyu Allah subhanahu wa ta’ala tak mungkin keliru. Karena itu mendudukkan keduanya pada posisi yang sama dari semua sisinya tidaklah tepat. Mengkritik hasil ijtihad bukanlah mengkritik wahyu. Ia lebih tepat dikatakan, mengkritik hasil interpretasi manusia terhadap nash, dan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah sendiri membuka peluang untuk itu.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Pertama dibagikan oleh Pandu Dewa
Posted here by : Ai
Komentar
Posting Komentar