Sunnah hubungan suami istri di hari Jum'at
Di antara yang menunjukkan rahmat Allah yang begitu besar kepada hamba-Nya yaitu, ia menghalalkan sesuatu yang baik dan mengharamkan sesuatu yang buruk.
Bahkan, bukan cuma itu. Tatkala seorang mukmin mengambil apa yang Dia halalkan, bukan hanya mendapatkan sesuatu yang baik, melainkan juga berpahala.
Untuk lebih jelas, apa contohnya?
hubungan intim suami-istri. Tatkala suami melampiaskan syahwatnya kepada istrinya dan begitu pula istrinya, bukan hanya kenikmatan ragawi saja yang mereka dapatkan, melainkan pula pahala!
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
"Dan pada persetubuhan kalian yang kalian lakukan ada sedekah. Mereka (para sahabat) bertanya, 'Ya Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang menyalurkan syahwatnya lalu dia mendapatkan pahala?' Beliau bersabda, 'Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan pada tempat yang haram, bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada tempat yang halal, maka dia mendapatkan pahala." (HR. Muslim)
Inilah salah satu rahmat Allah yang patut kita syukuri.
Lantas, apakah pahala di sini berlaku umum di setiap waktu? Tentu saja. Kapanpun dan dimana pun, selama memang istri tidak mempunyai halangan (Haid dan Nifas), maka keduanya boleh melakukan aktivitas yang berpahala lagi menyenangkan itu.
Namun ada yang bertanya, "Apakah aktivitas ini lebih disunnahkan di hari Jumat? "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat sia-sia, maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan shalat malam setahun." (HR. Abu Dawud, Al-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Barangsiapa mandi di hari Jum’at dengan mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan غُسْلَ الْجَنَابَةِ dalam hadits di atas adalah mandi janabat sehingga disunnahkan bagi seorang suami untuk menggauli istrinya pada hari Jum'at.
Dan ini diperkuat dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain:
من اغتسل يوم الجمعة وغسّل وغدا وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام وأنصت ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة
“Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan memandikan, dia berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khotbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, serta berkonsentrasi mendengarkan khotbah maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun.” (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Imam An-Nawawi dan Syekh Al-Albani)
Disebutkan dalam Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, bahwa ada sebagian ulama yang mengartikan kata “memandikan” dengan ‘menggauli istri’, karena ketika seorang suami melakukan hubungan intim dengan istri, berarti, dia memandikan istrinya. Dengan melakukan hal ini sebelum berangkat shalat Jumat, seorang suami akan lebih bisa menekan syahwatnya dan menahan pandangannya ketika menuju masjid. (Lihat Aunul Ma’bud, 2:8)
Maka, kalau kita menganggap pendapat ini adalah pendapat yang kuat maka anjuran melakukan hubungan intim di hari Jumat seharusnya dilakukan sebelum berangkat shalat Jumat di siang hari, bukan di malam Jumat, karena batas awal waktu mandi untuk shalat Jumat adalah setelah terbit fajar hari Jumat.
Lantas, apakah hubungan intim di selain waktu itu (termasuk malam Jumat) tidak berpahala? Tentu saja tidak. Karena hadits yang disebutkan di awal pembahasan berlaku umum di setiap waktu. Hanya saja, melakukan itu di hari Jumat sebelum shalat Jumat ada keutamaan tersendiri, lebih dari yang disebutkan di hadits pada awal tulisan ini.
Wallahu a'lam
Share by: NJ
Komentar
Posting Komentar